WELCOME

   
  deryjamaluddin
  SAYYID JAMALUDDIN AL-AFGHANI
 



A. PENDAHULUAN
Pemikiran dan peradaban merupakan kata yang sering didengar bahkan menjadi istilah yang menunjukan kontinuitas dalam gerak laju kemanusiaan. Produk pemikiran menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan diimplementasikan melalui teknologi dan teknologi itulah budaya dan peradaban manusia. Sehingga dengan demikian pemikiran adalah embrio lahirnya peradaban atau minimal pemikiran itu adalah peradaban itu sendiri.
Kondisi obyektif masyarakat Islam yang mengalami kemacetan tidak hanya di bidang lahiriyah tetapi juga di bidang intelektual, maka dominasi politik dan teknologi penjajah Barat segera mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ide yang berkembang adalah modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) dan paham rasionalisme, sekalipun dalam tatanan yang berbeda-beda.
Ambruknya sosialisme-komunisme memang mengesankan kemenangan sistem kapitalisme dan liberalisme, namun tidak berarti bahwa proses pencarian manusia terhadap pola hidup yang lebih baik sudah berhenti dan puas dengan sesuatu yang dominan di Barat. Proses itu terus berlangsung, dan usaha pencarian yang terjadi melahirkan pendekatan pragmatik dan incremental seperti paham lingkungan hidup (enviromentalism), yang jelas menghendaki pola kehidupan yang kualitasnya lebih tinggi daripada sekedar penikmatan hasil material, maupun pendekatan yang lebih prinsipil seperti usaha menelaah kembali berbagai kekayaan spiritual manusia, termasuk Islam.
Sejarah peradaban Islam mengalami pasang surut, dari zaman Nabi, para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in yang meliputi jaman keemasan, pertengahan dan jaman kemunduran. Masa kemunduran umat Islam ditandai kejumudan berfikir, mandegnya perkembangan keilmuan, merosotnya tradisi intelektual. Sehingga muncul kebangkitan Islam dengan berbagai gerakan puritanisasi hingga muculnya gerakan “Pan-Islamisme” yang diusung oleh Sultan Hamid, As-Sanusi dan juga yang terkenal Sayyid Jamaluddin Al-Afghani.
B. SETTING SOSIAL-POLITIK DAN PEMIKIRAN
Kondisi saat itu dunia Islam berada dalam kemunduran yang ditandai hal-hal sebagai berikut pertama, erosi niali-inilai ajaran Islam dan tidak kepedulian pemerintah untuk menempatkan sosioal-ekonomi dan etika Islam. Kedua, sikap diam dan kerjasama lembaga ulama pada pemerintah yang pada hakekatnya tidak islami ketiga korupsi dan kezaliman kelas penguasa dan keluarga raja, keempat kerjasama kelas penguasa dengan penjajah sehinggga menimbulkan ketergantungan pada kekuatan-kekuatan imperialis.
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah desakan yang begitu hebat oleh penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu jika dihadapkan dengan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tersebut, maka pada abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan manusia termasuk dalam bidang pendidikan.
Penelitian sejarah Islam pada umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam timbul dari dampak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan masyarakat Islam lalu menumbuhkan semangat kebangkitan Islam.
Gambaran masyarakat Islam pada saat itu ibarat sebuah masyarakat yang semi-mati yang menerima pukulan-pukulan destruktif atau pengaruh-pengaruh Barat yang menekan. Sebetulnya krisis intelektual dan benturan kultural semacam ini pernah dihadapi oleh masyarakat muslim dari abad 2 H./8 M. Saat itu, mereka dihadapkan dengan tantangan intelektual “Hellenis”.1 Namun mereka berhasil mengatasi benturan dan tantangan tersebut dengan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tersebut adalah adanya dominasi politik Islam. Secara praktis Islam pada saat itu adalah penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya adalah kondisi dan situasi Islam saat itu belum terbebani oleh tradisi agama yang semi-mati, hal ini sangat berbeda dengan kondisi dan situasi Islam pada abad 17 M, lebih khusus pada akhir abad 18 M.
Akibat kekalahan dan penyerahan politik, menjadikan umat Islam secara psikoligis tidak mampu merumuskan kembali warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam dan mengimpor-mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yang baru bangkit tersebut belum siap mengadakan modernisasi yang lebih besar dan mendasar. Untuk arah kesana diperlukan proses dan waktu yang panjang.
Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yang menyerukan peningkatan standar moral dan intelektual untuk menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun tidak melakukan modernisasi intelektual, namun seruannya menggugah masyarakat Muslim untuk mengembangkan dan menyebarkan disiplin-disiplin filosofis. Jamaluddin hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara umum. Maka, selanjutnya menjadi tugas Muhammad ‘Abduh2 di Mesir dan Sayyid Ahmad Khan3 di India untuk membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa akal dan ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan modern ke dalam kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yang sekuler 4
Upaya dan tokoh-tokoh pembaharu ini pada akhirnya melahirkan sejumlah “pewaris” yang meneruskan proses modernisasi. Jadi inilah yang dimaksudkan bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya telah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal terhadap kemacetan dan kemerosotan intelektual.5
Ide-ide kreatif yang dimunculkan oleh kebanyakan modernis kontemporer pada umumnya tidak jauh berbeda dengan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang tertentu secara lebih sistematis, termasuk para pemikir kontemporer abad 19 seperti Ziauddin Sardar,6 pakar fisika Pakistan, bersama dengan Ali Syari’ati (1933-1977)7, intelektual sosial Iran, menampilkan ide membangun peradaban yang Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanya menolak alih teknologi Barat dapat “mendongkrak” dunia Islam untuk maju.
C. SEJARAH SINGKAT JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan di Afganistan tepatnya di As’ad Abad salah satu kawasan Zon Kunar pada tahun 1254 H atau 1838 M. Ia mempunyai pertalian darah dengan pariwayat hadits terkenal yaitu At-Tarmidzi dan silsilahnya sampai kepada Husein bin Ali cucu Rasulullah SAW. Sehingga Jamaludiin diberi “Sayyid”. Sejak kecil tinggal di Kabul sampai usia 18 tahun. Kakeknya Sayyid Ali pernah tinggal di Iran, Hamadan, bersama-sama keluarga (ayahnya bernam Sayyid Safdar)8.
Ia sangat jenius, sehingga banyak mempelajari buku-buku Islam dan filsafat. Berbagai ilmu telah dipelajarinya; filsafat, hukum, astronomi, sejarah kedokteran, matematika, methafisika. Kejeniusannya menghantarkan Jamaluddin menguasai enam bahasa (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia dan Rusia). Ilmu pengetahuan akan dikuasainya dengan menguasai bahasa. Ilmu baginya bukan hanya ilmu-ilmu yang bersumber dari teks-teks wahyu namun semua sains merupakan urat nadi kehidupan manusia9.
Pada usia 19 tahun Jamaluddin merantau ke India. Nasionalisme tumbuh karena melihat rakyat India yang mengalami kesengsaraan akibat ditindas oleh penjajah Inggris. Kebencian kepada kolonialisme dan imperialisme semakin membara dalam diri Jamaludiin. Ia mengobarkan anti-penjajahan dan ikut ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan India pada Mei 1857. Jamaludin Memberikan semangat, menyadarkan orang supaya menantang panjajah demi kemajuan masyarakat agama dan negara. Suatu ketika beliau memberikan pidato yang bersemangat mengobarkan perjuangan kepada rakyat India. Beliau berkata ; “Seandainya jumlah kalian yang beratus-ratus juta ini ditakdirkan menjadi lalat dan nyamuk sekalipun niscaya dapat memekakkan telinga orang-orang Inggris dengan suara kalian. Seandainya kalian ditakdirkan menjadi penyu sekalipun lalu kalian berenang ke tanah Inggris, bilangan kalian yang banyak ini akan dapat mengapungkan dan menenggelamkan Inggris dan kamu akan pulang dengan selamat ke India dalam keadaan selamat”
Seorang ilmuwan dan pemikir yang terkenal pada abad 19, kreatif, menghasilkan karya-karya bermutu, penulis. Seorang ahli politik, aktif berjuang menentang panjajah. Corak pemikirannya membawa masyarakat Islam pada kemajuan dan merdeka dari penjajah. Mengembara, berkeliling di berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan disamping berdakwah untuk membetulkan pemahaman ajaran Islam yang sebenarnya.
Dari India Jamaluddin melanjutkan pengembaraannya ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu pulang ke negerinya, Afganistan dan diminta oleh Pangeran Dost Muhammad Khan untuk membantunya. Tahun 1864 Muhammad Khan diganti oleh Ser Ali Khan atas bantuan penjajah Inggris. Jamaluddin terlalu agresif dalam menyampaikan gagasan-gagasannya sehingga dianggap berbahaya maka pergerakan Jamaluddin selalu diawasi bahkan tidak boleh memakai jalur darat termasuk jalur ke India juga diblokir. Untungnya pada saat kondisi semacam ini Jamaluddin mendapat undangan dari politisi Mesir terkemuka yaitu Rasyid Pasya untuk ke negerinya dan tinggal disana dari kurun waktu 1671-1879.
Di Mesir, waktunya dihabiskan untuk membina para pemuda, intelektual Mesir, salah satunya adalah Muhmmad Abduh. Ia banyak mengajar bidang studi salah satunya adalah filsafat Islam. Muhammad Abduh sebagai murid sekaligus pengagum Jamaluddin selalu mengikuti materi-materi yang diberikannya. Sehingga tumbuh dalam dada Abduh jiwa yang hampir sama dengan gurunya yaitu semangat mengobarkan perjuangan dan persatuan umat Islam serta berjuang menentang penjajah10
Awalnya Jamaluddin hanya mengabdikan dirinya untuk mengajar dan membina para pemuda Mesir namun karena jiwa “pembebasnya” maka muncul semangat menggelora ketika penjajah Inggris ikut campur dalam persoalan Mesir. Ia terjun lagi di bidang politik dengan menggelorakan semangat anti penjajahan, pembebasan bahkan mendirikan partai politik bernama “Huzbul Wathoni” (Partai Kebangsaan). Inggris menampakkan ketidaksukaannya kepada aktivitas Jamaludin sehingga mempengaruhi kaum ortodok untuk melawan Jamaluddin. Jamaluddin diusir dari Masir tahun 1879. Jamaludin pergi ke India di Hyderabad.
Setelah Al-Afghani diusir dari Afghanistan tahun 1868, ia pergi ke Istambul Turki pada tahun 1860, menemukan kesesuainnya dengan reformis sekaligus pemimpin Ali Pasya, tetapi ia diusir kembali dengan tuduhan bid’ah tahun 1870 setelah memberikan ceramah umum dalam rangka pendidikannya dalam filsafat Islam dan membanding-kannya dengan filsafat, “Keahlian Tetinggi”.11 Menurutnya sains dan filsafat merupakan alat untuk menemukan kebenaran tentang dunia. Sains bersifat universal dan kebenaran yang disingkapkannya besifat tak terbantahkan (self-evident).
Pada tahun 1882 ia pergi mengembara ke Amerika Serikat dan tinggal beberapa bulan, ke London, ke Moscow, Rusia. Kemudian keliling Eropa dilanjutkan ke Paris. Pada awal 1883 bekerjasama dengan muridnya Muhmmad Abduh membuat jurnal anti penjajahan yang bernama” Al Urwatul Wustqa”. Usia jurnal hanya tujuh bulan. Terbit pertama tanggal 13 Maret 1884 dan berakhir 16 Oktober 1884 M. Alasannya, penguasa Barat melarang beredarnya jurnal ini karena khawatir dapat mengobarkan kebencian umat Islam terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat terhadap Islam. Dan sangat khawatir bila umat Islam bersatu.
Pada tanggal 9 Maret 1897 Jamaluddin menghembuskan nafasnya yang terakhir kanrena kanker yang dideritanya. Seorang reformer telah pergi dengan tidak meninggalkan keturunan karena selama hidupnya Jamaludin tidak menikah. Kondisi tidak menikah inilah yang menjadikan Jamaluddian kuat untuk selalu mengembara kemana-mana dengan tidak khawatir untuk memikirkan keluarga, ia bebas mengembara ke berbagai negara untuk mengobarkan semangat persatuan umat. Jenazahnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944 atas permintaan pihak kerajaan dan dikembumikan di Universitas Kabul Palesetina. Kematiannya kontroversial. Sebagian mengatakan akibat penyakit kanker, sebagian lain akibat diracun dan sebagian lain, pihak keluarga kerajaan ada yang ingin membinasakannya.
D. IDE, GAGASAN DAN PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Corak pemikiran Jamaluddin Al-Afghani pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi dan situasi pada zaman itu yaitu zaman penjejahan Inggrus. Sehingga Coraknya adalah “pembebasan, kemerdekaan, anti-penjajahan, anti-kolonialisme dan anti-imperalisme. Ia menghendaki persatuan umat Islam untuk bersama-sama bangkit menentang penjajah. Secara umum gagasanya dapat dilihat pertama, perlawanan terhadap kolonialisme, imperliasme Barat. Kedua, upaya melawan pemikiran naturalis India yanmg menginkari adanya hakekat Ketuhanan ( materi mampu mengungkap pintu lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan). Ia berpendapat Agama dan syareat dapat memperbaiki kehidupan masyarakat.
Kemerosoton umat Islam karena umat Islam bukan karena Islamnya tetapi karena umat Islam bersifat statis, fatalis (salah memahami konsep qodlo dan Taqdir), meninggalkan akhlak, meningglkan ilmu pengetahuan. Lemahnya pendidikan Islam, lemahnya pengetahaun tentang dasar-dasar agama, lemahnya persaudaraan, perpecahan umat, kurangnya pertahanan militer. Jamaludin juga menyoroti tentang peran wanita yang memiliki akal untuk berfikir, tidak melarang untuk bekerja sama dalam kemajuan umat. Dunia sekarang menamakan gerakan pemikiran Al-Afghani dengan sebutan revivalis dan modernis.12
Revivalis bermaksud mengembalikan kejayaan umat Islam ketika mendapakan kejayaan umat Islam jaman Khulafaur Rasyidin. Revivalis yang dikemukakan Jamuludin lebih kepada upaya untuk, pertama kejayaan dan kebangkitan umat islam dapat terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan meneladani pola hidup para sahabat nabi, khulafaur Rasyidin. Kedua perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan. Ketiga pengakuan keunggulan Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi harus diikuti dengan belajar dari Barat. Dua hal (Ilmu pengetahuan dan teknologi) tersebut kemudian secara selektif dan kritis dimanfaatkan untuk kejayaan umat Islam kembali. Modernis dialamatkan kepada Jamaludiin karena seringnya bergesekkan dengan peradaban Barat yang modern, pemikiran-pemikirannya rasional mendambakan Islam berkembang tidak kalah dengan Barat. Islam harus juga memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Itulah pola dan corak berfikir Jamaludin yang modernis.
Al-Afghani berpendapat bahwa Islam “sejati” mendukung penggunaan rasio bahkan khususnya bila menafsirkan naskas untuk membimbing tindakan manusia. Para pemikir Islam, menurutnya bersikukuh membagi dunia menjadi “sains muslim” dan sains Eropa”, mereka tidak paham bahwa sains adalah hal agung yang tidak ada hubungannya dengan bangsa manapun….13 Pandangan evolusionis tentang pengetahuan ini mendasari pendirianya dalam the benefet of philosophy bahwa umat membutuhkan filsafat karena filsafat tidak hanya prakondisi menuju pengetahuan ilmiyah tetapi jiga menuju pengembangan moral.
Mesir sebagai “kota ilmu” banyak yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar termasuk Muhammad Abduh. Jamaluddin sebagai tokoh pemeikir dan pembaharu pada waktu itu sudah dikenal oleh para mahasiswa. Berbagai pertemuan dengan para tokoh semakin ramailah pemikiran di Mesir. Gerakan Pemikiran ini dinamakan “Gerakan Islah”.
Ide Islah maksudnya adalah untuk perbaikan atau perubahan terencana ke arah yang lebih baik demi kemajuan Islam. Ide-ide gerakan “Islah” yang dikumandangkan Jamalauddin Al-Afghani adalah sebagai berikut :
1. Mengembalikan kecemerlangan umat silam sebagaimana zaman Khulafaur Rasydidin
2. Membina perpaduan, persatauan dan kesatuan tanpa memandang bangsa dan negara serta budaya melalu gagasanaya “jami’ah Islamiyah”, orang Barat mengenalnya dengan “PAN-ISLAMISME”
3. Mengkitik taklid ‘ama yaitu mengikuti segala sesuatu secara membabi buta tanpa landasan Al-Qur’an dan Al-Hadis.
4. Menyeru umat Islam untuk kembali pada ajaran yang benar
5. Menyadarkan umat Islam tentang keburukan fanatik pada suatu madzhab yang membawa perpecahan umat
6. Berpendapat bahwa agar umat Islam menumpahkan perhatiannya pada usaha-usaha memerdekakan tanah air dan pemikiran merdeka dari penjajah.
Sebenarnya ide “Ishlah”, pembaharuan atau reformasi tersebut bermuara pada kebangkitan umat Islam dari keterpurukan penetrasi Barat terhadap dunia Timur. Latar belakang kehidupan Jamaluddin yang keras melahirkan watak dan pribadi yang keras dan frontal. Sehingga dari corak pemikiran yang radikal, agresif dan revolusioner ini maka muncul beberapa ide, gagasan pemikiran Jalamuddin AL-Afgani, yaitu sebagai berikut ;
1. Menyuarakan umat Islam untuk kembali kepada AL-Qur’an dan Hadits, gerakan salafiyah ( para pendahulu yang sholeh ; revival)
2. Menggiatkan tradisi intelektual dengan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan baik sains, filsafat, teks-teks wahyu.maupun ajaran Islam
3. Menyerukan untuk menggali khasanah ajaran Islam
4. Menggalakan penggunaan rasio dalam memahami teks-teks agama.
5. Menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islam dengan ilmu pengetahuan modern
6. Membangkitkan semangat anti-kolonislisme, anti-impelerialisme
7. Ide gagasannya tentang PAN-ISLAMISME ( kesatuan dan persatuan umat Islam dunia)
Ide dan gagasan pembentukan “Al-Jami’ah Al-Islamiyah” atau Pan-Islamisme dikemukakan setelah Jamaluddin mendapatkan tempat layak dari Sultan Abdul Hamid di Istambul turki. Pan-Islamisme diharapkan bergabungnya kekuatan-kekuatan negara Timur yang terdiri dari, Persia, Afghanistan, dan Turki serta wilayah-wilayah yang ada di bawahannya dengan semacam persatuan dan perjanjian.
E. KARYA-KARYA JAMALUDDIN
Karya-karya Al-Afghani umumnya merupakan usaha mempertemukan imperatif-imperatif rasio manusia dan imperatif-imperatif teks kitab suci, ajaran filsafat dan ajaran Islam. Hubungan agama dengan filsafat, beliau mengatakan bahwa semua agama saling menyerupai dan agama-agama pada derajat yang sama dan secara fundamental tidak cocok dengan filsafat. Pada manusia agama memberikan iman dan kepercayaan, sementara filsafat membebaskannya baik sebagian atau seluruhnya.14
Jamaludion AL-Afghani lebih banyak terjun di bidang politik, moral, intelektual dan social, mengajak umat Islam untuk kembali pada AL-Qur’an Hadits dan kehidupan salaf. Ia membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan penjajahan dan kekuasaan absolute, mendorong umat Islam mempelajari sains dan teknologi Barat tanpa terbaratkan. Gagasan besar Jamaludin Al-Afghani terkenal dengan PAN-ISLAMISME15 ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah ; persatuan dan kesatuan dunia Islam). Tujuan akhirnya adalah menyatukan negara-negara Islam dalam satu komando kepemimpinan (Khilafah ?), yang mampu menghalau campur tangan Eropa dan mewujudkan kembaIi kejayaan Islam. Perjuangannya bertujuan membangun sistem politik berdasarkan persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang telah berantakan di tangan penjajah. Dialah orang yang pertama yang menyadari sepenuhnya akan behaya dominasi Barat 15
Disamping mendirikan surat kabar AL-Urwatul Wustsqo, Al-Misr dan At-Tijarah juga telah menyusun beberapa buku, diantaranya:
- Tatimuta Al- Bayan (Cairo 1879, yang menguraikan tentang aspek Sejarah, Politik dan Budaya Afghanistan)
- Ar-raddu ‘Ala ad-Dahriyyin (Menangkal kaum-kaum pemuja masa, materalistik, membongkar teori Evolisi atau Darwinisme. Jamaluddin mengganggap teori Darwin yang dipahami saat itu akan mengingkari adanya Tuhan)
- Hakekat Madhabi Naysarifa bayani hali naysariyah ( India, tentang theology yang menolak paham materialiasme, naturalisme )
- Ta’liqot ala shr Al Dawanni lil aqoid al adudiyah ( Cairo , 1869)
- Risalat Al waridat fi sirr at-tajaliyat ( Cairo, 1868, buku yang didiktekan kepada muridnya Muhmamad Abduh )
- Khatirot Jamlaudin AL-Afghaai AL-Husaini ( kompilasi atau beberapa kuliah di forum diskusi dengan Jamaluddin)16
F. PENUTUP
Jamaludin AL-Afghani merupakan sosok reformis pada zamannya. Setting social menjadikan Jamaludin tumbuh sebagai individu “pemberontak” terhadap kondisi saat itu Dilaterbelakangi oleh penetrasi Barat terhadap dunia Islam, jiwanya yang suka mengembara, mengobarkan semangat perjuangan, anti-koloniliais, anti-imperialisme dan anti-penjajah menghantarkannya lebih terkenal sebagai tokoh politik daripada tokoh ilmuwan, ulama cendekiawan dan pendidik. Padahal sebenarnya banyak ide, gagasannya yang menggali tentang keberadaan ajaran Islam, Filsafat Islam dan ajaran-ajaran Islam. Karena pemikiran-pemikiran yang komprehensip itulah Jamaludin sering mendapat hujatan bahkan kecaman.
Jamaludian terkenal sebagai sosok yang berkperibadian merakyat. Sering disela-sela mengajarnya bila malam hari berkeliling dan berdiskusi di “warung kopi”, berdiskusi dengan siapa saja. Tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkannya, semuanya seolah-olah Jamaludin tempat untuk memecahkan masalah-masalah yang pelik.
Corak pemikiran Jamaludian Al-Afghani bersifat “Revival” yang ingin mengembalikan sesuatu ajaran Islam pada asalnya dengan mengambil bentuk umat ideal jaman rasul dan para sahabat dan bersifat “Modern” dengan menggabungkan Ilmu pengetahuan, teknologi serta filsafat dalam setiap kajian pemahaman terhadap teks-teks ajaran Islam. Sehingga tidak jarang ide-ide, gagasan-gagasan serta pemikirannya selalu berseberangan dengan ulama-ulama setempat yang mengakibatkannya selalu diusir dari satu negara ke negara lain.
Gaung gagasan dan pemikirannya mengilhami para intelektual, pemikir sesudahnya. Dikomandani oleh Muhammad Abduh, Rasyid Redla semangat Jamaludin AL-Afghani menyebar ke seluruh penjuru dunia baik Timur maupun Barat. Walaupun tidak meningglkan “turunan biologis” tetapi “muridnya’ sebagai pewaris keilmuan, pewaris cita-cita, ide dan gagasannya menjadi “turunan hakiki” yang akan diwariskan kepada genarasi selanjutnya.
Wallahu “alam bi murodlihi
FOOTNOTE
*Mahasiswa program Pascasarjana STAIN Cirebon konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam Disusun sebagai makalah revisi untuk Ujian Akhir Semester I tahun 2007
1.Hellenis merupakan masuknya budaya (pemikiran filsafat) Yunani ke peradaban Timur Tengah yang melahirkan pergesekan dan perpaduan budaya antar keduanya. Istilah Hellenisme dikenalkan oleh sejarahwan Jerman J.G. Dysron sehingga menjadi aliran, cara pandang dan corak berfikir para filsuf dalam menggali dan menjabarkan sesuatu.
2.Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1266 H/ 1849 dan meninggal pada tahun 1323 H/ 1905 M). Beliau adalah salah satu murid Jamaludin Al-Afghani yang terkenal dan dianggap mewakili pemikiran-pemikirannya, karena Jamaludin itulah yang menyalakan api kecerdasan dan potensi Abduh. Abduh bersama Al-Afghani mendirikan jurnal “Al-Urwatul Wutsqo”, sebuah majalah yang anti kolonialisme, anti-imperiliasme, menyerukan dan mengobarkan semangat perjuangan kemerdekaan.
3.Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di India dan sebagai salah satu pemikir yang produktif dilahirkan pada tahun 1232 H / 1817 M dan meninggal pada tahun 1316 H/ 1898 M.
4.Istilah sekuler ini pada penghujung abad 19 ramai dibicarakan kaum intelektual. Sekuler bermakna pemisahan antara dimensi dunia dan agama, dengan ungkapan urusan dunia tidak ada kaitannya dengan akherat. Lihat lebih jauh pertarungan sekularisme di Indonesia dalam Daud Rasyid, Pembaharuan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan, ( Jakarta ; Akar, 2002) hlm.37-49
5.Taufiq Adnan Kamal, Islam Dan Tantangan Modernitas ; Studi Atas Pemikiran Hukum FAzlur Rahman, ( BAndung ; Mizan, 1990), hlm. 80
6. Zaedudin Sardar merupakan pemikir abad 20 termasuk abad kontemporer yang berasal dari India-Pakistan. Pakar dalam bidang fisika, matematika.
7.Ali Sariati terkenal sebagai sosiolog awal abad 20 dilahirkan di Iran. Bercorak syiah, pemikir, intekektual yang sering menggagas social Islam baik dalam karangan-karanganya maupun ceramahnya.
8.Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di Timur Tengah, ( Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 264.
9.Ibid.
10. Ibid., hlm. 266
11.Roxanne L. Euben, Enemy in the Mirror ; Islamic Fundamentalism and the Limits of Modern Rationalism, “terjemah” (Satrio Wahono), Musuh dalam Cermin, Fundamentalisme dan Batas Rasionalisme Modern, ( Jakarta ; Serambi, 2002), hlm. 186.
12. Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta : Penerbit Menko Kesejahteraan, 1966) hlm. 62
13. Roxane L Euben, Op. Cit., hlm. 186
14. Abdul Aziz Sachedina.. The Islamic Roots of Democration, Pluralism. “terjemah’ ( Satrio Wahono). Kesataraan Kaum Beriman ; Akar Pluralisme Demokratis dalam Islam. ( Jakarta : Serambi. 2002), hlm. 163
15.Baca lebih lanjut mengenai sejarah dan setting social yang mengilhami lahirnya Pan Islamisme dalam tulisan Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, Op.Cit.,hlm. 42-81
15. Asep Syamsul M. Romli, Isu-Isu Dunia Islam, (Yogyaarta, Dinamika, 1998 ) hlm. 90)
16.Mukti Ali, Op., Cit., hlm. 184

 
 
  Today, there have been 46 visitors (64 hits) on this page!  
 
Semoga Bermanfaat
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free