WELCOME

   
  deryjamaluddin
  Hakikat Belajar dan Pembelajaran
 

Hakikat belajar dan pembelajaran

Hakikat belajar dan pembelajaran – Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?

Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :

* Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.

* Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
* Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
* Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
* Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
* Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

3. Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

4. Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

5. Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

6. Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :

1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.

21-9-2011


 

Hakikat Belajar dan Pembelajaran

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

 

PENGERTIAN BELAJAR

A Pengertian belajar menurut kamus bahasa Indonesia :

     Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan 

     yang disebabkan oleh pengalaman.

 

B Pengertian belajar menurut beberapa ahli :

  1. James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
  2. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
  3. Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
  4. Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
  5. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
  6. Djamarah, Syaiful Bahri, (Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
  7. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
  8. Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku
  9. pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln
  10. Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.
  11. Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
  12. Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.
  13. Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
  14. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
  15. Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
  16. Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
  17. Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.

CIRI-CIRI BELAJAR

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :

  1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
  2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
  3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
  4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

 

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

     Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

 

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

   Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

 

3. Perubahan yang fungsional.

    Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

 

4. Perubahan yang bersifat positif.

    Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

 

5. Perubahan yang bersifat aktif.

    Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

 

6. Perubahan yang bersifat pemanen.

    Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

 

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

   Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

 

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

   Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

 

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

  1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
  2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
  3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
  4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
  5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

 

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :

  1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
  2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
  3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
  4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
  5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
  6.  Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
  7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
  8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
  9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.

 

Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:

  1. Adanya dorongan rasa ingin tahu
  2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.
  3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.
  4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
  5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
  6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
  7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
  8. Untuk mengisi waktu luang

JENIS-JENIS BELAJAR

A Menurut Robert M. Gagne

Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar:

  1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
  2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.
  3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
  4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.
  5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
  6. Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
  7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
  8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut

Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :

  1. keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
  2. informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
  3. strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.
  4. keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
  5. sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak

B Menurut Bloom

Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal sebagai pencetus konseptaksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga dmain belajar yaitu :

 

1. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan ini tediri dari:

• Pengetahuan (Knowledge).

• Pemahaman (Comprehension).

• Penerapan (Aplication)

• Penguraian (Analysis).

• Memadukan (Synthesis).

• Penilaian (Evaluation).

 

2. Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Kawasan ini terdiri dari:

• Penerimaan (receiving/attending).

• Sambutan (responding).

• Penilaian (valuing).

• Pengorganisasian (organization).

• Karakterisasi (characterization)

 

3. Psychomotor Domain (Kawasan psikomotorik). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari:

• Kesiapan (set)

• Meniru (imitation)

• Membiasakan (habitual)

• Adaptasi (adaption)

 

C Penggabungan Dari Tiga Ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van Parreren)

1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.

2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.

3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.

5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu.

6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan.

7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

 

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

• Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

• Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

• Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

• Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.

• Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

 

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

• Kesadaran akan adanya masalah.

• Merumuskan masalah.

• Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

• Menguji hipotesis-hipotesis itu.

• Menerima hipotesis yang benar.

 

D Menurut UNESCO

UNESCO telah mengeluarkan kategori jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar dalam kegiatan belajar ( A. Suhaenah Suparno, 2000 ) :

1. Learning to know. Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar, dalam hal ini ada tiga aspek : apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang belajar.

2. Learning to do. Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini menekankan perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Learning to live together. Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu hidup bersama, dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.

4. Learning to be. Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara maksimal. Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.

 

PENGERTIAN PEMBELAJARAN

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.

 

A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

 

B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :

  1. Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
  2. Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
  3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

 

CIRI-CIRI PEMBELAJARAN

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

1. merupakan upaya sadar dan disengaja

2. pembelajaran harus membuat siswa belajar

3. tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan

4. pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya

 

PEMBELAJARAN, PENGAJARAN, PEMELAJAR, DAN PEMBELAJAR

       Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)

       Pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar, peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya). (Dariyanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia, 1997). Pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran juga diartikan sebagi interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.

       Pemelajar adalah orang yang melakukan pengajaran.

       Pembelajar adalah orang yang melakukan pembelajaran.

 

Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran:

 

NO                            Pengajaran                                                           Pembelajaran

1 Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar    Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat 

                                                                                              orang belajar

2 Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar             Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa

3 Merupakan salah satu penerapan strategi pembelajaran          Merupakan cara untuk mengembangkan rencana 

                                                                                             yang terorganisasi untuk keperluan belajar.

4 Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru atau pengajar         Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau 

                                                                                             tanpa hadirnya guru

 

 

PRINSIP PEMBELAJARAN MENURUT GAGNE DAN ATWI SUPARMAN

Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut :

  1.  Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon yang terjadi sebelumnya.
  2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda dilingkungan siswa.
  3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
  4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
  5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
  6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
  7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
  8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkan dalam suatu model.
  9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana.
  10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
  11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat.
  12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.

 

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:

  1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
  2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) : memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
  3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
  4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
  5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
  6. memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
  7. memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.
  8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
  9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.

Teori-Teori Belajar

 

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme; (B) teori belajar kognitivisme; (C) teori belajar konstruktivisme; (D) teori belajar humanisme dan (E) teori belajar gestalt.

 

A. Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

 

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

  • Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  • Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  • Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  • • Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  • • Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

 

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  • • Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  • • Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

 

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

 

4. Social Learning menurut Albert Bandura

     Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

    Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli), sehingga dapat dikatakan peserta didik di SD/MI akan belajar apabila menerima rangsangan dari guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru akan semakin tepat dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam belajar tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif (misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya). Konsekuensi positif dan negatif tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce) dalam kegiatan belajar peserta didik.

     Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori behaviorisme secara tidak tepat, karena setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat atau tidak benar suatu tugas, guru memarahi atau menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti ini (memarahi atau menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat disebut salah atau tidak profesional apabila hukuman (negative consequence) tidak difungsikan sebagai penguat atau reinforce.

     Peserta didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa yang dilihatnya dilakukan orang lain di sekitarnya seperti saudara kandungnya, orangtuanya, teman sekolahnya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila lingkungan sosial di mana peserta didik berada sehari-hari merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara efektif memungkinkan suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau perilaku belajar yang efektif.

     Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

 

B. Teori Belajar Kognitivisme

     Teori belajar kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang didasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori belajar ini berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Cognition diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan (Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif, yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Perkatian utama psikologi kognitif adalah upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menyimpan informasi. Belajar kognitif berlangsung berdasar schemata atau struktur mental individu yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.

      Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan, baik lingkungan phisik maupun lingkungan sosial. Itulah sebabnya, teori belajar kognitivisme dapat disebut sebagai (1) teori perkembangan kognitif, (2) teori kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.

 

1. Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :

(1) sensory motor;

(2) pre operational;

(3) concrete operational dan

(4) formal operational.

     Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

     Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan informasi baru ke perbendaharaan informasi yang sudah dimiliki atau diketahuinya kemudian menggantikannya dengan informasi terbaru. Individu mengorganisasikan makna informasi itu ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory). Ingatan jangka panjang yang terorganisasikan inilah yang diartikan sebagai struktur kognitif. Struktur kognitif berisi sejumlah coding yang mengadung segi-segi intelek yang mengatur atau memerintah perilaku individu; perubahan perilaku mendasari penetapan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tiap tahapan perkembangan menggambarkan isi struktur kognitif yang khas sesuai perbedaan antar tahapan. Tahapan perkembangan belajar menurut Piaget di gambarkan pada diagram di bawah ini :

  1.  Sensorimotor inteligence (lahir s.d usia 2 tahun): perilaku terikat pada panca indera dan gerak motorik. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
  2. Preoperation thought (2-7 tahun): tampak kemampuan berbahasa, berkembang pesat penguasaan konsep. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
  3. Concrete Operation (7-11 tahun): berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah konkrit. Konsep dasar benda, jumlah waktu, ruang, kausalitas
  4. Formal Operations (11-15 tahun): kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Anak mampu memprediksi, berpikir tentang situasi hipotesis, tentang hakekat berpikir serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat, berdalih adalah sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam/melalui bahasa

 

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

  • Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  • Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  • Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  • Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  • Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2. Kognisi Sosial oleh L.S. Vygotsky

     L.S. Vygotsky, mendasari pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang. Budaya adalah penentu perkembangan, tiap individu berkembang dalam konteks budaya, sehingga proses belajar individu dipengaruhi oleh lingkungan utama budaya keluarga. Budaya lingkungan individu membelajarkannya apa dan bagaimana berpikir. Konsep dasar teori ini diringkas sebagai berikut:

  1. Budaya memberi sumbangan perkembangan intelektual individu melalui 2 cara, yaitu melalui (i) budaya dan (ii) lingkungan budaya. Melalui budaya banyak isi pikiran (pengetahuan) individu diperoleh seseorang, dan melalui lingkungan budaya sarana adaptasi intelektual bagi individu berupa proses dan sarana berpikir bagi individu dapat tersedia.
  2. Perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses percakapan) dengan cara berbagi pengalaman belajar dan pemecahan masalah bersama orang lain, terutama orangtua, guru, saudara sekandung dan teman sebaya.
  3. Awalnya orang yang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab membimbing pemecahan masalah; lambat-laun tanggung jawab itu diambil alih sendiri oleh individu yang bersangkutan.
  4. Bahasa adalah sarana primer interaksi orang dewasa untuk menyalurkan sebagian besar perbendaharaan pengetahuan yang hidup dalam budayanya.
  5. Seraya bertumbuh kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer adaptasi intelektual; ia berbahasa batiniah (internal language) untuk mengendalikan perilaku.
  6. Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan dan alat berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu melalui bahasa.
  7. Terjadi zone of proximal development atau kesenjangan antara yang sanggup dilakukan individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan orang dewasa.
  8. Karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di antara pemecahan masalahanya ditopang orang dewasa, maka pendidikan hendaknya tidak berpusat pada individu dalam isolasi dari budayanya.
  9. Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana orangtua, saudara sekandung, individu dan teman sebaya yang lebih cakap sangat memberi sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual individu.

3. Pemprosesan Informasi dari Robert Gagne

    Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

     Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural sistem informasi, yaitu:

  • a. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
  • b. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
  • c. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya adalah betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

 

C. Teori Belajar Konstruktivisme

     Konsep belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing.

     Guru hanya sebagai fasilitator atau pencipta kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi dan mengadaptasi sendiri informasi, dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki masing-masing. Berikt tabel peranan peserta didik dan guru dalam pembelajaran konstruktivisme

 

Peranan Peserta Didik Peranan Guru

• Berinisiatif mengemukakan masalah • Mendorong peserta didik agar

dan pokok pikiran, kemudian masalah atau pokok pikiran yang

menganalisis dan menjawabnya dikemukakannya sejelas mungkin

sendiri. agar teman sekelasnya dapat turut

• Bertanggungjawab sendiri terhadap serta menganalisis dan menjawabnya.

kegiatan belajarnya atau • Merancang skenario pembelajaran

penyelesaiakan suatu masalah. agar peserta didik merasa

• Secara aktif bersama dengan teman bertanggungjawab sendiri dalam

sekelasnya mendiskusikan kegiatan belajarnya.

penyelesaian masalah atau pokok • Membantu peserta didik dalam

pikiran yang mereka munculkan, dan penyelesaian suatu masalah atau

apabila dirasa perlu dapat pokok pikiran apabila mereka

menanyakannya kepada guru. mengalami jalan buntu.

• Atas inisiatif sendiri dan mandiri • Mendorong peserta didik agar

berupaya memperoleh pemahaman mampu mengemukakan atau

yang mendalam (deep understanding) menemukan masalah atau pokok

terhadap sesuatu topik masalah pikiran untuk diselesaikan dalam

belajar. proses pembelajaran di kelas.

• Secara langsung belajar saling • Mendorong peserta didik untuk

mengukuhkan pemikiran di antara belajar secara kooperatif dalam

mereka, sehingga jiwa sosial mereka menyelesaikan suatu masalah atau

menjadi semakin dikembangkan. pokok pikiran yang berkembang 

• Secara aktif mengajukan dan kelas.

menggunakan berbagai hipotesis • Mendorong peserta didik agar secara

(kemungkinan jawaban) dalam aktif mengerjakan tugas-tugas yang

memecahkan suatu masalah. menuntut proses analisis, sintesis,

• Secara aktif menggunakan berbagai dan simpulan penyelesaiannya.

data atau informasi pendukung dalam • Mengevaluasi hasil belajar peserta

penyelesaian suatu masalah atau didik, baik dalam bentuk penilaian

pokok pikiran yang dimunculkan proses maupun dalam bentuk

sendiri atau yang dimunculkan oleh teman sekelas. penilaian produk.

 

     Tasker (1992:30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

     Wheatley (1991:12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif peserta didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

     Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996:20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

      Diharapkan melalui pemeblajaran konstruktivisme, peserta didik dapat tumbuh kembang menjadi individu yang penuh kepercayaan diri yang memiliki sifat-sifat antara lain:

a. Bersikap terbuka dalam menerima semua pengalaman dan mengembangkannya menjadi persepsi atau pengetahuan yang baru dan selalu diperbaharui;

b. Percaya diri sehingga dapat berperilaku secara tepat dalam menghadapi segala sesuatu;

c. Berperasaan bebas tanpa merasa terpaksa dalam melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan atau tergantung pada bantuan orang lain;

d. Kreatif dalam mencari pemecahan masalah atau dalam melakukan tugas yang dihadapinya.

 

D. Teori Belajar Humanisme

    Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif. Ibu, yang dicontohkan di atas hanya melihat kegiatan belajar anaknya dari sisi afektif semata tanpa menyadari bahwa sisi afektif (perasaan) dan konatif (psikomotorik) turut pula berperan dalam belajar.

     Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902- 1987) yang lahir di Oak Park, Illinois, Chicago, Amerika Serikat. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis. Ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan (needs) yang diperkenalkan Abraham H. Maslow.

     Menurut teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah tetapi mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi (self actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi diri, yang oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to becoming a person). Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi dirinya sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya sendiri, menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah yang dihadapinya. Itulah sebabnya, dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengaktualisasi dirinya.

     Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses aktualisasi diri seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya karena setiap individu, dilahirkan disertai potensi tumbuh-kembang baik secara fisik maupun secara phisik masing-masing. Proses tumbuh-kembang pada setiap individu mengikuti tahapan, arah, irama, dan tempo sendiri-sendiri, yang ditandai oleh berbagai ciri atau karakteristiknya masing-masing. Ada individu yang tempo perkembangannya cepat tetapi iramanya tidak stabil dan arahnya tidak menentu, dan ada pula individu yang tempo perkembangannya tidak cepat tetapi irama dan arahnya jelas. Dalam kaitannya dengan proses pendidikan formal (sekolah), Slavin (1994:70- 110) mengelompokkan tahapan perkembangan anak, yaitu (1) tahapan early childhood, (2) tahapan middle childhood, dan (3) tahapan adolescence, dengan dimensi utama perkembangan mencakup (a) dimensi kognitif, (b) dimensi fisik, dan (c) dimensi sosioemosi. Tiap dimensi perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda antara tahapan perkembangan yang satu dengan tahapan perkembangan yang lainnya.

Pada tahapan early childhood, perkembangan individu dalam dimensi perkembangan kognitif lebih ditandai oleh penguasaan bahasa (language aquisition). Individu pada tahapan perkembangan ini mendapatkan banyak sekali perbendaharaan bahasa. Sejak lahir sampai pada usia 2 tahun biasanya individu (bayi) mencoba memahami dunia sekitarnya melalui penggunaan rasa (senses). Pengetahuan atau apa yang diketahuinya lebih banyak didasarkan pada gerakan fisik, dan apa yang dipahaminya terbatas pada kejadian yang baru saja dialaminya.

     Pada tahapan perkembangan middle childhoods, perkembangan kognitif seseorang mulai bergeser ke perkembangan proses berpikir. Pada awalnya, proses berpikir individu pada tahapan perkembangan ini dimulai dengan hal-hal konkrit operasional, dan selanjutnya ke hal-hal abstrak konseptual. Apabila individu gagal dalam perkembangan proses berpikir dalam hal-hal konkrit operasional, maka besar kemungkinan mengalami kesulitan dalam proses berpikir abstrak konseptual.

      Pada tahapan perkembangan adollescence, perkembangan kognitif lebih ditandai oleh perkembangan fungsi otak (brain) sebagai instrumen berpikir. Berpikir formal operasional atau berpikir abstrak konseptual mulai berkembang; di samping itu mulai berkembang pola pikir reasoning (penalaran) baik secara induktif (khusus=>umum) maupun secara deduktif (umum=>khusus). Dalam menghadapi segala kejadian atau pengalaman tertentu, individu mengajukan hipotesis atau jawaban sementara yang menggunakan pola pikir deduktif.

 

E. Teori Belajar Gestalt

     Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1.  Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

 

B. Prinsip Perencanaan Pembelajaran

 

     Sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik atau dalam pengembangan kurikulum di SD/MI (termasuk pula pada satuan pendidikan lainnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah) adalah Kurikulum hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjaab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Prinsip ini sesuai dengan konsep dasar teori belajar konstruktivisme dan humanisme, karena peserta didik melakukan kegiatan belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan diarahkan ke pemenuhan kebutuhan dirinya.

 

1. Prinsip Kurikulum

(2) Prinsip beragam dan terpadu.

(3) Prinsip tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).

(4) Prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan

(5) Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.

(6) Prinsip belajar sepanjang hayat

(7) Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

 

Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut.

(a) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

(b) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik

(c) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.

(d) Tuntutan pengembangan daerah dan nasional

(e) Tuntutan dunia kerja

(f) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).

(g) Agama.

(h) Dinamika perkembangan social

(i) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

(j) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

(k) Kesetaraan jender.

(l) Karakteristik satuan pendidikan.

Prinsip penyusunan silabus

(a) lmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu pendidikan dan pembelajaran;

(b) Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik;

(c) Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi;

(d) Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian;

(e) Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi belajar;

(f) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;

(g) Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat; dan

(h) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

 

http://badarudinofprince.blogspot.com/2010/03/hakikat-belajar-dan-pembelajaran.html

BAB I

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Kegiatan belajar dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Di samping itu, kegiatan belajar juga dapat diamati oleh orang lain. Kegiatan belajar  yang berupa perilaku kompleks tersebut telah lama menjadi objek penelitian ilmuwan. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar.

Seorang pebelajar (siswa) harus menghayati apa yang dipelajarinya karena erat hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar dialami oleh pebelajar terkait dengan petumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajaran. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindak mendidik atau kegiatan mengajar. Proses belajar siswa tersebut sebagai dampak pengajaran.

Skiner memandang perilaku belajar dari segi perilaku teramati. Oleh karena itu, ia mengemukakan pentingnya program pembelajaran. Gagne memandang kondisi internal belajar dan kondisi eksternal belajar yang bersifat interaktif. Oleh karena itu guru seyogianya mengatur acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki. Piaget berpendapat bahwa belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu dengan lingkungan sehingga terjadi di antaranya adalah fase operasi formal, di mana siswa telah dapat berpikir abstrak sebagai orang dewasa. Oleh karena itu ia menyarankan empat langkah acara pembelajaran, yang didalamnya terdapat kegiatan prediksi, eksperimen, dan eksplantasi.

Demikian pula Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dalam pembelajaran. Prinsip itu adalah bahwa pembelajar memiliki kekuatan menjadi manusia, belajar hal bermakna, menjadikan begian yang bermakna bagi diri, bersikap terbuka, berpartisipasi secara bertanggung jawab, belajar mengalami secara berkesinambungan dan dengan penuh kesungguhan. Ia menyarankan agar dalam acara pembelajaran, siswa memperoleh kepercayaan diri untuk mengalami dan menemukan secara bertanggung jawab. Hal itu terjadi bila guru bertindak sebagai fasilitator.

Bagi individu belajar yang terjadi pada individu merupakan perilaku kompleks, tindak interaksi antara pebelajar dan pembelajar yang bertujuan. Oleh karena berupa akibat interaksi, maka belajar dapat didinamiskan. Pendinamisasian belajar terjadi oleh pelaku belajar lingkungan pebelajar. Dinamika pebelajar yang bersifat internal, terkait dengan peningkatan hierarki ranah-ranah konitif, afektif, maupun psikomotorik, kesemuanyan itu terkait dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan dinamisasi dari luar dapat berasal dari guru atau pembelajar di lingkungannya. Usaha guru mendinamisasikan belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan siswa menghadapi bahan belajar, penciptaan suasana belajar yang menyenangkan, mengoptimalkan media sumber dan sumber belajar, dan memaksimalkan peran sebagai pembelajar, sehingga akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang tinggi.

BAB II

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR AN ASAS PEMBELAJARAN

Banyak para ahli yang meneliti tentang gejala-gejala belajar yang kemudian mereka menemukan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Di antara prinsip-pinsip belajar yang penting berkenaan dengan (1) Perhatian dan motivasi belajar siswa. (2) keaktifan belajar, (3) keterlibatan dalam belajar, (4) pengulangan belajar, (5) tantangan semangat, (6) adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar. Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar. Motivasi belajar dapat bersifat eksternal dan internal, maupun intrinsik atau ekstrinsik. Kondisi perhatian dan motivasi pebelajar (internal, eksternal, intrinsik, ekstrinsik) tersebut mempengaruhi rekayasa acara pembelajaran siswa. Dewasa ini para ahli memandang bahwa siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sekedar pembimbing, fasilitator dan pengarah.

Pembelajaran tidak mengabaikan karateristik pebelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu, dalam program pembelajaran guru perlu berpegang bahwa adalah “primus motor” dalam belajar. Dengan demikan guru dituntut memusatkan perhatian, mengelolah, menganalisis, dan mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan dengan (1) perhatian dan motivasi belajar siswa, (2) keaktifan siswa, (3) optimalisasi kerterlibatan siswa, (4) melakukan pengulangan-pengulangan belajar, (5) pemberian tantangan agar siswa bertanggung jawab, (6) memberikan balikan dan penguat terhadap siswa, dan (7) mengelola proses sesuai dengan perbedaan individual siswa.

BAB III

MOTIVASI BELAJAR

Pada diri si pebelajar terdapat kekuatan mental penggerak belajar. Perilaku belajar dilakukan oleh si pebelajar. Kekuatan mental yang berkeinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita itu disebut motivasi belajar. Komponen utama motivasi tersebut adalah kebutuhan, dorongan, dan tujuan si pebelajar. Motivasi belajar sangat penting dipahami oleh siswa maupun guru. Beberapa ahli menitikberatkan  segi-segi tertentu dari motivasi.

Maslow membedakan lima tingkat kebutuhan yang meliputi kebuthan-kebutuhan fisiologis, perasaan aman, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Mc Cleland mengemukakan tiga jenis kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan kekuasaan, berafiliasi, dan berprestasi.

Sedangkan Hull  menunjukkan pentingnya kebutuhan organisme dalam perkembangan motivasi. Havighust menunjukkan bahwa kekuatan mental seharusnya sejalan dengan tugas-tugas perkembangan manusia pada tahap bayi. Bahkan menurut Monks kekuatan motivasi tersebut dapat terpelihara, diperkuat, dan dikembangkan dengan program pendidikan yang intensif.

Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. Adapun sifat motivasi dibedakan menjadi motivasi internal dan eksternal. Disamping itu ada ahli yang membedakan adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Maslow dan Rogers misalnya, mengakui pentingnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik bagi acara pembelajaran.

Adanya pandangan beberapa ahli menekankan segi-segi tertentu pada motivasi tersebut justru mengisyaratkan guru bertindak taktis dan kreatif dalam mengelola motivasi belajar siswa. Motivasi belajar dihayati, dialami, dan merupakan kekuatan mental dalam belajar. Dari siswa, motivasi tersebut perlu dihidupkan terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan dijadikan dampak pengiring, yang selanjutnya menimbulkan program belajar sepanjang hayat, sebagai perwujudan emansipasi kemandirian tersebut terwujud dalam cita-cita atau aspirasi siswa. Kemampuan siswa, kondisi siswa, kemampuan siswa mengatasi kondisi lingkungan negatif, dan dinamika siswa dalam belajar. Dari sisi guru, motivasi belajar  berada pada lingkup program dan tindak pembelajaran. Oleh karena itu guru berpeluang untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memelihara motivasi belajar dengan optimalisasi (i) terapan prinsip belajar (ii) dinamisasi perilaku pribadi siswa seutuhnya, (iii) pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa, (iv) aspirasi dan cita-cita, serta (v) tindakan pembelajaran sesuai rekayasa pedagogis. Dengan  demikian, motivasi belajar pada siswa, yang harus diidentifikasi oleh guru, seyogianya dikelola dalam pembelajaran sehingga menghasilkan pembelajaran yang maksimal.

BAB IV

PENDEKATAN CBSA DAN PENDEKATAN KETERAMPILAN

Pelaku utama belajar adalah siswa atau pebelajar. Dalam kegiatan pembelajaran, mengingat sifat interaksi dapat diketahui adanya dua pelaku, yaitu guru dan siswa, atau pembelajar dan pebelajar. Adanya dua pelaku tersebut menimbulkan salah mengerti bahwa pelaku utama adalah guru semata. Hal ini ditinggalkan dan diperbaiki dengan pendekatan CBSA. Dengan pendekatan CBSA berarti aturan pembelajaran mengoptimalisasikan pelibatan intelektual emosional-fisik siswa dalam pemerolehan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan. Aturan pembelajaran CBSA tersebut bermaksud membina “Masyarakat belajar” yang berwawasan pendidikan masa seumur hidup.

Dalam pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang keduanya mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar dengan serupa. Kadar CBSA dalam interaksi tersebut berbeda-beda. Raka Jhoni mengemukakan bahwa pembelajaran yang ber CBSA baik berciri (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar, (3) orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang, (4) pengelolaan pembelajaran menekankan pada kreativitas siswa dan, (5) pelaksanaan penilaian tertuju pada kegiatan dan kemajuan siswa. Optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogram dalam desain instruksional (persiapan mengajar) guru.

Pembelajaran CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar  CBSA tinggi. Faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran berupa, (1) karakteristik tujuan, (2) karakteristik mata pelajaran/bidang studi, (3) karakteristik lingkungan/ setting pembelajaran, (4) karakteristik siswa, (5) karakteristik guru dan, (6) karakteristik bahan/alat pembelajaran. Dari keenam faktor tersebut dapat diketahui bahwa penentu utama pembelajaran ber CBSA adalah guru yang memahami kelima karakteristik faktor yang lain.

Pembelajaran ber-CBSA tersebut dapat, dilakukan guru dengan pendekatan keterampilan proses (PKP) yaitu anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan dasar yang telah ada dalam diri siswa. Dengan PKP siswa akan (1) memperoleh pengertian yang tepat tentang hakikat pengetahuan, (2) memperoleh kesempatan bekerja dengan ilmu pengetahuan dan merasa senang, dan (3) memperoleh kesempatan belajar proses memperoleh dan memproduk ilmu pengetahuan.

Dengan adanya kebaikan atau kelebihan pada PKP tersebut maka seyogianya calon guru belajar PKP secara keilmuan untuk dijadikan modal dasar menjadi guru yang profesional.

BAB V

PENDEKATAN PEMBELAJARAN

Dimana saja dan kapan saja belajar dapat dilakukan. Ia tidak mengenal tempat khusus dan waktu yang khusus pula. Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dari padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat (Pembelajaran seumur hidup).

Pendekatan  dalam pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengelolaan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat (1) pengorganisasian siswa, (2) pembelajaran secara kelompok, (3) pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut seyogianya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan informasi masa kini.

Berkaitan dengan posisi guru, siswa dalam pengolahan pesan guru dapat menggunakan strategi ekspositori, strategi discovery dan  strategi inkuiri. Strategi ekspositori masih berpusat pada guru; oleh karena itu seyogyanya dikurangi. Strategi discovery dan inkuiri terpusat pada siswa. Dalam kedua strategi ini siswa dirancang aktif belajar, sehingga ia dapat menemukan, bekerja secara ilmu pengetahuan, dan merasa senang. Pada tempatnya guru menggunakan strategi discovery dan inkuiri yang sesuai dengan pendekatan CBSA (Cara belajar siswa aktif).

Dalam pembelajaran pada pebelajar terjadi peningkatan kemampuan. Semula, ia memiliki kemampuan pra belajar, dalam proses belajar pada kegiatan belajar hal tertentu, ia meningkatkan tingkat atau memperbaiki tingkat ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keputusan tentang perbaikan tingkat ranah tersebut didasarkan atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam pemecahan masalah. Dari sisi guru, proses pemerolehan pengalaman siswa atau proses pengolahan pesan tersebut dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Pengolahan pesan secara deduktif dimulai dari generalisasi atau suatu teori yang benar, pencarian data, dan uji kebenaran generalisasi atau teori tersebut. Pada pengolahan pesan secara induktif kegiatan bermula dari adanya fakta atau peristiwa khusus, penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta, kemudaia disusun generalisasi atas dasar konsep-konsep. Dalam usaha pembelajaran guru dapat menggunakan pengolahan pesan secara deduktif atau induktif tergantung pada karakteristik bidang studinya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengolahan pesan secara deduktif dimulai dengan (1) guru mengemukakan generalisasi, (2) penjelasan berkenaan dengan konsep-konsep, dan (3) pencarian data yang dilakukan oleh siswa.

 

 
  Today, there have been 2 visitors (2 hits) on this page!  
 
Semoga Bermanfaat
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free